Bojonegoro, kabarpos.id – Pembangunan jembatan Desa Sroyo, Kecamatan Kanor, yang dibiayai melalui Bantuan Keuangan Khusus Kabupaten (BKK) tahun anggaran 2025, memasuki fase kritis. Hingga pertengahan Desember 2025 ini, tidak ada satu pun pekerjaan fisik yang terlihat di lapangan, sementara anggaran telah dialokasikan dan sudah dicairkan oleh pemerintah desa.
Kondisi ini menimbulkan sorotan publik karena dana BKK memiliki ketentuan ketat: seluruh kegiatan wajib direalisasikan dalam tahun anggaran berjalan, ditandai dengan output fisik yang dapat diverifikasi. Regulasi juga mengatur bahwa keterlambatan atau tidak terealisasinya pekerjaan dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari pembekuan pencairan tahap berikutnya, kewajiban pengembalian anggaran, hingga potensi pemeriksaan oleh inspektorat bila ditemukan indikasi ketidaksesuaian penggunaan dana.
Kepala Desa Sroyo, Ahmat Yuri, menyampaikan bahwa mandeknya pelaksanaan proyek disebabkan kondisi cuaca. “Lokasinya pekerjaan masih tergenang air mas, jadi belum bisa mengerjakan.Tapi Material sudah dibelanjakan. ” ujarnya rabu (10/12/2025) saat ditemui dirumah nya .
Namun, penjelasan tersebut membuka catatan teknis. Dalam proyek berbasis BK, perencanaan harus memperhitungkan pola hidrologi, akses kerja, serta mitigasi risiko genangan. Pembelian material sebelum kesiapan lahan kerja tanpa rencana mitigasi yang jelas dapat mengakibatkan idle asset dan berpotensi menimbulkan pertanyaan dalam audit.
Selain itu,belum adanya pekerjaan jembatan tersebut muncul asumsi publik jika anggaran sudah di cairkan,tantunya ada masa jangka waktu dalam mekanisme penyerapan nya.jika hal itu diabaikan.uang tersebut berpotensi mengendap di rekening pribadi Pemeritah Desa.Jika,uang tersebut didepositokan, tentunya anggaran tersebut disinyalir mendapatkan suku bunga yang lumayan nilainya.
Dengan Tidak adanya progres hingga akhir tahun ini,menempatkan pemerintah desa Sroyo pada tekanan kepatuhan anggaran. BK Kabupaten mewajibkan setiap kegiatan menghasilkan output fisik yang terukur; jika tidak, laporan realisasi berisiko dinilai tidak sesuai ketentuan. Dalam beberapa kasus, desa dapat diwajibkan mengembalikan dana ke kas daerah apabila pekerjaan tidak terlaksana.
Hingga berita ini diturunkan, belum tampak pergerakan pekerja maupun alat berat di lokasi jembatan. Masyarakat menunggu langkah konkret pemerintah desa untuk memastikan proyek ini tidak berhenti pada tumpukan material, tetapi benar-benar menjadi infrastruktur yang berfungsi dan sesuai mandat yang telah disepakati.
(Bersambung/Red)
