Surabaya – Hakim berucap tidak konsisten didalam persidangan, itu dilakukan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya bernama Sudar, SH., M.Hum.
Disidang pada Senin (19/2/2024) lalu, hakim itu menolak pihak kuasa hukum dari Ellen Sulistyo (Tergugat I) mengajukan saksi ahli, karena agenda saksi Tergugat I sudah terlewati.
Namun, pada sidang hari ini, hakim Sudar berucap berbalik 180 derajat dengan mengabulkan permintaan kuasa hukum Tergugat I untuk menghadirkan saksi ahli, walaupun dengan dasar semua pihak diberi kesempatan mengajukan saksi ahli.
Hakim Sudar mengatakan telah melakukan musyarawah majelis hakim bahwa semua pihak diberi kesempatan mengajukan saksi ahli disidang berikutnya.
“Semua dikasih kesempatan yang sama mengajukan saksi ahli, apa yang menjadi keberatan,” ujar Sudar menanggapi keberatan kuasa hukum dari Effendi (Tergugat II) dalam lanjutan sidang gugatan wanprestasi yang diajukan Fifie Pudjihartono, Direktur CV. Kraton Resto terhadap Ellen Sulistyo pengelola restoran Sangria by Pianoza dalam agenda sidang penyerahan bukti tambahan digelar diruang sidang Garuda 1, Pengadilan Negeri Surabaya. Senin (4/3/2024) siang.
“Ini adalah pembuktian, semua pihak diberi kesempatan mengajukan saksi ahli, bisa dipakai ataupun tidak,” ujar Sudar sambil mempertanyakan ke pihak kuasa hukum Penggugat, Tergugat I dan II, serta Turut Tergugat II (Kodam V/Brawijaya) apakah menghadirkan saksi ahli.
Dari jawaban kuasa hukum Penggugat, tidak menghadirkan saksi ahli, Tergugat I akan menghadirkan satu orang saksi ahli dari Unair, dan Tergugat II juga akan menghadirkan saksi ahli, sedangkan Turut Tergugat II tidak menghadirkan saksi ahli.
Sidang akan dilanjutkan pada hari Senin (18/3/2023) mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Tergugat I.
Dari persidangan ini, disuguhi ketidakonsistenan hakim ketua dalam berucap. Sering kita jumpai di dalam persidangan, hakim akan tegas ke para saksi agar berbicara tidak “mencla mencle” (berubah – ubah), tapi bagaimana jika “mencla mencle” itu dilakukan seorang hakim ?. Apakah tidak melanggar kode etik ?.
Ditilik dari prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut :
(1) Berperilaku Adil,
(2) Berperilaku Jujur,
(3) Berperilaku Arif dan Bijaksana,
(4) Bersikap Mandiri,
(5) Berintegritas Tinggi,
(6) Bertanggung Jawab,
(7) Menjunjung Tinggi Harga Diri,
(8) Berdisplin Tinggi,
(9) Berperilaku Rendah Hati,
(10) Bersikap Profesional.
Dengan adanya awal menolak dan selanjutnya mengabulkan permintaan dari kuasa hukum Tergugat I menghadirkan saksi ahli, walaupun putusan itu di “embel -embeli” bahwa semua pihak mempunyai hak yang sama mengajukan saksi ahli, terlihat hakim Sudar tidak profesional dalam menangani kasus ini. Bagaimana bisa diharapkan putusan akan adil, apabila hakim sendiri tidak konsisten akan ucapannya ?. Hal itu dipertanyakan pihak – pihak yang mengikuti perkembangan kasus ini.
Melihat kengototan kuasa hukum Tergugat I yang permintaannya untuk menghadirkan saksi ahli pada sidang sebelumnya dan sudah ditolak tegas oleh majelis hakim, dan tiba – tiba pada persidangan kali ini disetujui, walaupun hal ini adalah kewenangan hakim, namun hal itu oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang janggal, karena patut di duga bahwa majelis mendapat “tekanan” dari pihak – pihak tertentu, karena mengingat kasus ini melibatkan instansi dan orang – orang dibelakangnya.
Perlu diketahui, perkara gugatan wanprestasi yang diajukan manajemen restoran Sangria by Pianoza terhadap pengelola restoran bernama Ellen Sulistyo, dengan dasar bahwa Ellen Sulistyo dianggap melakukan wanprestasi tidak memenuhi kewajibannya sebagai pengelola restoran sesuai perjanjian nomor 12 tanggal 27 Juli 2024 ditandatangani bersama didepan notaris Ferry Gunawan.
Beberapa poin dari perjanjian tersebut yang diklaim penggugat tidak dilakukan oleh Ellen Sulistyo adalah tidak membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), hanya beberapa kali memberikan sharing profit minimal Rp.60 juta /bulan, tidak membayar pajak makanan, tagihan listrik, dan Indihome.
Ellen Sulistyo tidak membayar PNBP membuat Kodam V/Brawijaya menutup bangunan yang difungsikan menjadi restoran Sangria by Pianoza yang dibangun oleh Tergugat II pada tahun 2017, yang diklaim menghabiskan anggaran sebesar Rp.10 Milyar lebih.
Tergugat II membangun bangunan megah 2 lantai berdasarkan MoU dan SPK pemanfaatan aset tanah TNI AD dhi. Kodam V/Brawijaya yang ditandatangani Tergugat II dan Kodam V/Brawijaya.
MoU dilanjutkan dengan penandatanganan SPK memuat pemanfaatan aset dengan jangka waktu 30 tahun, dibagi 6 periodesasi, dengan satu periodesasi jangka waktu 5 tahun.
Penutupan bangunan oleh Kodam dengan dasar tidak membayar PNBP menjadi pertanyaan besar, karena PNBP yang menjadi tanggung jawab Ellen Sulistyo sesuai perjanjian nomor 12 tanggal 27 Juli 2024, tidak dilakukan walaupun omset restoran masuk ke rekening pribadi Ellen Sulistyo di Bank Mandiri sebesar kurang lebih Rp 3 Milyar, akhirnya dengan menjaga nama baik dan hubungan baik dengan Kodam, Tergugat II menjaminkan emas senilai kurang lebih Rp.625 juta ke Aslog Kodam V/Brawijaya pada tanggal 11 Mei 2022, akan tetapi bangunan masih tetap ditutup. @red