Surabaya – Mempelajari DNA bahasa latinnya Deoxyribonucleic Acid, seakan mempelajari tentang kehidupan itu sendiri. Pemahaman mengenai DNA bagaikan kita memiliki buku tentang kehidupan kita (the Book of Life).
Hal itu diucapkan saudara kembar asal Surabaya bernama Nicholas Pudjihartono dan Michael Pudjihartono calon Ph.D. (doctor) Bio Informatic Medicine atau Genomic Science DNA dari Liggins Institute, The University Of Auckland, New Zealand.
Didalam kesempatan wawancara, Nicholas dan Michael memaparkan tentang keilmuannya terkait DNA yang bisa mengetahui masa lalu kita, masa depan, bakat hingga risiko penyakit di masa depan setiap individu manusia.
“DNA mempunyai komposisi kimia gula, adenine, guanine, cytosine dan thymine. Struktur DNA berupa dua rantai polinukleotida yang berbentuk seperti tangga berpilin,” terang Nicholas. Kamis (18/1/2024).
“Setiap makhluk hidup ada DNA yang bisa disebut blueprint atau bisa dibilang sebagai instruksi untuk bagaimana tubuh kita itu bisa menjalankan fungsinya. Lokasinya di setiap selnya makhluk hidup tersebut, dari beberapa triliun sel, setiap sel itu ada DNA yang sama,” saut Michael.
Menurut Nicholas dan Michael, DNA itu ilmu baru di biologi, struktur dari DNA itu ditemukan tahun 1953. Dengan menelisik kimiawi yang ada dalam tubuh maka penyebab suatu penyakit dan obatnya dapat dengan perlahan ditemukan.
“Hal ini berkaitan dengan reaksi kimia yang ada dalam sel. Di sanalah DNA yang begitu panjang itu berperan. Walau tidak akan bisa dilihat dengan mata telanjang, namun untaian DNA sangatlah kompleks. Mungkin satu kompleks rumah ini penuh berapa 300 lembar segini tumpuk-tumpuk satu ruangan,” Michael.
“Di dalam DNA, terdapat urutan basa nitrogen dan protein yang mengkode setiap bagian dari makhluk hidup. Untuk menganalisanya, kini telah tersedia jaringan informasi global yang memiliki data base DNA berbagai makhluk hidup. Bila peneliti ingin memahami lebih lanjut tentang suatu DNA, harus memiliki sistem alat yang bernama super komputer dan membutuhkan ruang yang sangat besar,” jelas Nicholas.
“Dengan mengetahui data DNA, kita bisa tahu masa lalu, artinya kita bisa mengetahui asal usul kita dari keturunan bangsa apa, dimasa depan individu yang menikah bisa ketahui anaknya seperti apa, risiko penyakit yang akan dialaminya, dan mengetahui bakat sejak kecil,” terang Nicholas.
“Dengan mengetahui risiko penyakit yang akan dideritanya sehingga setiap orang bisa merencanakan pengobatan atau treatment suatu penyakit, atau mencegah penyakit itu,” ucap Michael.
“Saat bayi di tes DNA, akan ada data yang terkumpul, yang mana risiko penyakit ke depan akan diketahui, dan dengan mengetahui itu, akan bisa menjaga pola hidup, sehingga diharapkan seseorang itu mempunyai kualitas hidup yang jauh lebih sehat,” terang Michael.
“Bukan hanya risiko penyakit yang akan diketahui melalui data DNA, tapi juga bisa mengetahui bakat seseorang sehingga semenjak kecil bisa diarahkan dan dikembangkan bakat tersebut, sehingga mempunyai keterampilan dan diharapkan bisa mempunyai kreativitas yang maksimal dalam menekuni suatu pekerjaan,” sambung Nicholas.
“Misalkan saja, ada 1 juta bayi lahir di Indonesia, dan melakukan pembacaan DNA, yang mana hasil nya bisa diketahui bayi tersebut mempunyai bakat apa, mempunyai risiko penyakit seperti apa, sehingga bisa dicegah dan bisa mengarahkan bakatnya,” ungkap Michael.
Dengan adanya mengetahui data DNA, sehingga bisa mengetahui dan mencegah beberapa penyakit antara lain auto imun dan kanker kulit (melanoma).
“Auto imun itu adalah sebuah kondisi dimana imun sistem kita menyerang tubuh kita sendiri, sehingga kita yang harusnya sehat malah jadi sakit. Salah satu contoh yang paling umum misalnya artritis rematik. Itu adalah salah satu bentuk dimana imun sistem kita menyerang sendi – sendi tubuh,” terang Nicholas.
Menurut Nicholas, ada 2 penyebab seseorang terkena penyakit auto imun, pertama faktor genetika keturunan, dan kedua adalah vaksin.
“Ketika lahir sudah ada cacat di sistem imun, antibodi yang diproduksi sama imun sistem kita ini bukan membunuh virus, tapi bisa malah menyerang tubuh kita sendiri. Vaksin yang melemahkan penyakit A atau virus A. Tapi di dalam perjalanan untuk melemahkan virus A, antibodinya itu juga melemahkan tubuh kita sendiri,” terang Nicholas Pudjihartono.
Terkait kanker, Michael menerangkan bawah kanker juga ada dari faktor genetik. “Jadi ada orang itu yang punya tendensi risiko untuk punya kanker itu lebih besar daripada orang lain. Dengan adanya DNA kita bisa memperbaiki keturunan manusia berikutnya,” terang Michael.
“Dalam ilmu kedokteran di bidang pengobatan Kanker misalnya, selain memetakan DNA kita, kita juga bisa memetakan DNA dari kanker yang ada dalam tubuh seseorang, dan hasil pemetaan DNA kanker itu akan memberikan informasi yang sangat kita butuhkan dalam merencanakan pengobatan kanker itu sendiri, dengan cara memberikan obat – obatan yang tepat dan bisa menyasar kanker tersebut secara spesifik. Ini yang sedang dikembangkan dan dikenal dengan istilah Precision Medicine,” pungkas Michael Pudjihartono. @red.