
Nganjuk,kabarpos.id – Polemik mencuat di SMA Negeri 1 Pace, Kabupaten Nganjuk. Publik mempertanyakan praktik penjualan kain seragam sekolah dengan harga mencapai Rp340 ribu per stel. Angka itu dinilai jauh lebih tinggi dibanding harga di pasaran yang berkisar antara Rp220 ribu hingga Rp250 ribu.
Tak berhenti di situ, sejumlah orang tua siswa juga mengungkap adanya pungutan lain. Mereka menyebutkan kewajiban “uang sukarela” senilai Rp1,5 juta per siswa serta biaya tambahan Rp500 ribu setiap semester. Beban ini menimbulkan keresahan karena dirasa memberatkan, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas.
Isu ini kian bergulir setelah media melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah. Namun, alih-alih menjawab secara terbuka, kepala sekolah justru memberikan pernyataan yang terekam dalam pesan WhatsApp dengan latar putih.
Dalam keterangannya, kepala sekolah menyampaikan, “Ini konfirmasi dari teman media yang sudah menemui kami. Kurang lebihnya materinya sama njih 🙏.”
Saat kembali ditanya soal pembelian kain Rp340 ribu per stel, kepala sekolah hanya menjawab, “Mohon pengertian dan kerjasamanya karena saya juga dinas luar.”
Pada kesempatan berbeda, ia menegaskan, “Saya ada undangan di luar. Silakan menghubungi humas kami di sekolah.” Bahkan, ketika diminta nomor humas, jawabannya tetap, “Silakan datang langsung ke sekolah.”
Jawaban-jawaban singkat itu menimbulkan tanda tanya besar. Di tengah era digital yang menuntut transparansi, publik berharap pihak sekolah dapat memberikan klarifikasi lugas, bukan sekadar melempar urusan kepada humas atau alasan sedang dinas luar.
Fakta yang mengemuka jelas berseberangan dengan jargon “pendidikan gratis” yang selama ini dikampanyekan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dengan adanya penjualan kain seragam seharga Rp340 ribu, pungutan uang sukarela Rp1,5 juta, serta biaya semester Rp500 ribu, publik menilai janji pendidikan gratis hanya sebatas isapan jempol.
Kasus di SMA Negeri 1 Pace menjadi potret telanjang bagaimana regulasi pemerintah dan praktik di lapangan masih berbenturan. Masyarakat kini menanti langkah tegas otoritas terkait agar sekolah negeri benar-benar menjadi ruang pendidikan yang bebas pungutan, sesuai amanat konstitusi.
(Bersambung/Red).