Gresik, kabarpos.id – Tak ada yang lebih berbahaya dalam administrasi publik selain diam yang berulang. Diam saat ditanya soal dana publik, diam saat diminta transparansi, diam ketika publik berhak tahu. Dan itulah yang kini terjadi di Dinas Cipta Karya,Perumahan,dan Kawasan Pemukiman (DCPKP) Kabupaten Gresik di bawah kendali Ida Laillatussa’diyah.
Di atas meja birokrasi, Kucuran anggaran dari APBD tampak berjalan normatif. Tetapi dalam realita dilapangan, Bayak Dugaan manipulatif dan sistem Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang tidak sesuai dengan fakta.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik tegas: setiap badan publik wajib membuka laporan keuangan dan pelaksanaan kegiatan secara berkala. Pasal 9 ayat (2) tidak memberi ruang tafsir, laporan itu harus diumumkan, bukan disembunyikan.
Namun ketika dikonfirmasi, Ida Laillatussa’diyah memilih tidak menjawab. Tak ada klarifikasi, tak ada data, hanya sekadar pernyataan kehati-hatian yang muncul saat dikonfirmasi terkait Dugaan Pemalsuan dokumen Fakta Integritas pekerjaan Pipanisasi Saluran Air Bersih yang ada di Wilayah Menganti.
Dalam disiplin audit governance, sikap ini disebut information withholding behavior, salah satu indikator awal lemahnya sistem pengendalian internal dari Dinas CKPKP selaku OPD terkait.
“Masih dalam pembahasan kami mas. ” Ungkap Ida Laillatussa’diyah dengan nada kehati-hatiannya kamis (20/11/2025).
Dari informasi yang diperoleh,ada salah satu rekanan dari CV.Cahaya Mandiri Sakti dibawah naungan DCKPKP yang diketahui melakukan tindakan pemalsuan dokumen Fakta Integritas yang tidak sesuai dengan fakta yang dilapangan.Bahkan,hal ini sudah mendapat surat somasi dari salah satu LSM Ibu Kota.
Di telinga masyarakat, keterangan Ida Laillatussa’diyah ini terdengar aman. Tapi di telinga auditor publik, jawaban tersebut justru berbahaya. Undang-undang No.25 Tahun 2009 mengatur dalam hal pelayanan publik,dipertegas dengan Undang-undang No.43 tentang kearsipan.Selain itu, Penerima wajib melaksanakan dan melaporkan penggunaan dana yang bersumber dari uang rakyat harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Artinya, Dinas CKPKP tidak bisa cuci tangan dengan alasan masih dibahas. Begitu dana masuk rekening institusi, tanggung jawab melekat otomatis.Dan harus mematuhi peraturan perundang-undangan.
Dalam teori Public Financial Management, ini disebut responsibility transfer failure, kegagalan lembaga memahami batas dan beban tanggung jawab fiskal.
Padahal Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa secara tegas menyebut setiap tahapan pengadaan harus transparan dan terbuka untuk publik.
Tidak adanya publikasi adalah bentuk pelanggaran prosedural, bukan administratif biasa. Dalam audit, ini dikategorikan sebagai high-risk anomaly, anomali dengan risiko penyimpangan tertinggi.
Dinas CKPKP Kabupaten Gresik kini saling lempar tanggung jawab. Tapi pola yang muncul terlalu simetris untuk disebut kebetulan. Dinas sebagai OPD harus memberikan langkah tegas. Pihak rekanan harus di beri sanksi sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku.
Dalam analisis forensic audit, kondisi ini disebut coordinated silence, pola diam yang diatur agar tidak ada titik akuntabilitas yang bisa ditelusuri.
Jika Diamnya Kepala Dinas CKPKP ini berlanjut, maka bukan sekadar persoalan komunikasi publik, melainkan potensi obstruction of transparency, penghalangan hak masyarakat atas informasi keuangan negara.
Aktivis Jawa Timur,Fahrizal, SH, menilai fenomena ini sebagai bentuk degradasi etika administrasi publik. “Kalau kegiatan dan realisasi anggarannya sesuai aturan, seharusnya mereka tak perlu diam. Regulasi sudah jelas mewajibkan keterbukaan, siapa yang melanggar, harus terima sanksi dan konsekuensi nya.” ujar Fahrizal,SH.
Ia pun menegaskan, pihaknya bersama LSM di Surabaya tengah mengumpulkan data transaksi dan bukti digital dari pekerjaan Pipanisasi Saluran Air Bersih tersebut.Agar masalah ini menemui titik terang bagi publik.
“Kalau publik yang membayar pajak, publik pula yang berhak tahu. Ini uang rakyat, bukan uang pribadi pejabat,kita beli permen di minimarket saja dikenakan pajak.tapi kita pengen keterbukan, Pejabatnya diam..Why…?” tegasnya.
Dalam dunia audit, diam bukan tanda kehati-hatian, melainkan sinyal risiko. Sebuah instansi yang sehat akan selalu siap membuka datanya, sebab angka tidak pernah berbohong.
Dinas CKPKP kini berada pada titik krusial: antara tunduk pada regulasi, atau membiarkan diam mereka menjadi bukti pertama ketidakpatuhan administratif.
Audit tak selalu datang dengan sirine dan stempel merah. Kadang, ia dimulai dari sebuah pertanyaan yang tak dijawab, dan berakhir dengan laporan temuan yang menuliskan kebenaran tanpa perlu amarah.
(Bersambung/Sulaiman)
