Bojonegoro, kabarpos.id – Sikap bungkam Camat Kedungadem, Bayudono Margajelita, saat dimintai klarifikasi terkait temuan di salah satu desa wilayahnya, kembali mempertontonkan betapa jauhnya kualitas pelayanan publik di bawahnya dari standar yang selama ini dikampanyekan Presiden. Ketika pemerintah pusat berulang kali menekankan transparansi, respon cepat, dan keterbukaan informasi, justru di level kecamatan muncul perilaku sebaliknya: diam, menghindar, dan seolah tak merasa berkewajiban memberi penjelasan kepada publik.
Sebagai ASN, Camat terikat pada UU No. 5/2014 tentang ASN, PP No. 42/2004 tentang Kode Etik PNS, serta UU Keterbukaan Informasi Publik. Regulasi itu jelas menyebutkan bahwa pejabat publik wajib melayani, bukan bersembunyi. Namun realitas di lapangan menunjukkan kontras yang memalukan: seorang pejabat yang digaji uang rakyat justru memilih bungkam saat pelayanan informasi dibutuhkan.
Inilah titik yang secara tidak langsung menyentil komitmen Presiden dalam membangun pemerintahan yang bersih dan responsif. Upaya besar negara untuk menegakkan transparansi akan lumpuh jika di tingkat dasar seperti kecamatan saja pejabat publik tidak mampu menjalankan disiplin sederhana berupa menjawab pertanyaan resmi. Diamnya Camat bukan sekadar ketidakpatuhan administratif, tetapi menjadi simbol kemunduran komitmen pelayanan publik yang bertolak belakang dengan visi Presiden.
Kondisi ini sekaligus menyeret posisi Bupati Bojonegoro, sebagai pembina ASN. Ketika Presiden menuntut birokrasi gesit, transparan, dan siap diawasi, publik justru melihat pejabat daerah yang tidak hadir dalam momen paling mendasar: memberi jawaban ketika rakyat bertanya. Jika Camat dibiarkan mengabaikan kewajiban, maka hilanglah pesan kuat Presiden bahwa birokrasi harus melayani, bukan dilayani.(Red)
