Surabaya – Sidang gugatan wanprestasi terhadap Ellen Sulistyo (Tergugat I) pengelola restoran Sangria by Pianoza di gelar di ruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa (30/4/2024).
Sidang sebelumnya, Penggugat dan Tergugat I dan II sudah menyerahkan kesimpulan, dan sidang hari ini diagendakan penyerahan kesimpulan Turut Tergugat I (KPKNL Surabaya), dan Turut Tergugat II (Kodam V/Brawijaya), namun hanya Turut Tergugat II yang menyerahkan kesimpulan, sedangkan Turut Tergugat I tidak hadir dan tidak menyerahkan kesimpulan.
Dalam jalannya sidang setelah Turut Tergugat II menyerahkan kesimpulan, majelis hakim menutup sidang.
“Sidang ditunda tiga Minggu, tanggal 21 Mei 2024 dalam agenda putusan,” tutup ketua majelis hakim Sudar.
Usai sidang, kuasa hukum Kodam, Letda Chk. Lamani saat dimintai keterangan tentang inti dari kesimpulan, ia mengatakan kesimpulan Turut Tergugat II sesuai dengan fakta persidangan.
“Sesuai fakta persidangan. Kita tidak bisa lari dari fakta persidangan,” ujarnya singkat.
Sementara itu, kuasa hukum Penggugat, advokat Arief Nuryadin, S.Pd., S.H., M.M., mengatakan harapannya terkait gugatan yang diajukan kliennya.
“Sesuai gugatan yang kami ajukan, harapannya agar majelis hakim mengabulkan semua poin dari surat gugatan. Dari fakta dipersidangan, sudah jelas terlihat ada suatu perbuatan wanprestasi dalam gugatan ini,” ujar Arief Nuryadin.
Advokat Yafeti Waruwu, S.H., M.H., kuasa hukum Tergugat II, dalam keterangannya saat dimintai tanggapannya, ia menyampaikan dari sikap KPKNL Surabaya memutuskan tidak menyerahkan kesimpulan, itu bisa diartikan bahwa sikap negara (dalam hal ini KPKNL) sangat jelas yaitu negara sudah mengakui sah memberikan hak pada CV.Kraton Resto untuk melanjutkan periode ke-2 sesuai kerjasama pemanfaatan aset No: MOU/05/IX/2017.
“KPKNL tidak hadir dan kita konfirmasi melalui chat whatsApp nyatanya tidak menyampaikan kesimpulan. Namun bisa kita tahu bahwa apa yang menjadi jawaban KPKNL dan juga telah memberikan bukti – bukti surat, dimana bukti – bukti surat yang disampaikan itu di antaranya mengenai surat permohonan Kodam V/Brawijaya atas penilaian aset Kodam V/Brawijaya tentang pembayaran PNBP untuk meneruskan surat permohonan dari CV.Kraton Resto dan surat itu sudah dibalas oleh KPKNL, tentang nilai besarnya PNBP yaitu Rp.450 Juta/3 Tahun,” lanjut Yafeti.
Yafeti lebih lanjut menjelaskan dalam persidangan yang sudah dilewati, KPKNL telah menjalankan tugasnya yakni memberikan surat jawaban kepada Kodam V/Brawijaya terkait biaya PNBP yang harus dibayarkan CV.Kraton Resto ke Kementerian Keuangan diwakili KPKNL Surabaya melalui Kodam V/Brawijaya.
“Kodam V/Brawijaya pada bulan November 2022, menyurati KPKNL terkait besarnya PNBP yang harus dibayarkan CV.Kraton Resto, dan KPKNL menjawab surat Kodam pada tanggal 28 April 2023,” ujar Yafeti.
“Surat jawaban KPKNL itu tidak diberikan tembusan atau copian oleh Kodam pada pihak CV.Kraton Resto, padahal disitu tertera pembayaran PNBP diberi waktu 3 bulan setelah surat itu keluar. Logikanya 3 bulan dari 28 April 2023 adalah 28 Juli 2023. Akan tetapi walaupun tidak tahu berapa jumlah PNBP yang harus dibayarkan, atas permintaan aslog Kolonel CZI Srihartono, CV.Kraton Resto menyerahkan jaminan emas senilai kurang lebih Rp.625 juta pada 11 Mei 2023, akan tetapi tanpa alasan yang jelas, restoran tetap ditutup paksa oleh Kodam pada 12 Mei 2023,” kata Yafeti.
“Surat jawaban KPNL terkait besaran PNBP telah dikirim ke Kodam, dan surat itu dihadirkan dalam persidangan sebagai bukti. Kalau kita kaitkan apabila KPKNL tidak memberikan kesimpulan. Tetapi dari sisi pembuktian, bukti itu bisa kita lihat mendukung Penggugat maupun Turut Tergugat. II,” ujar Yafeti.
Dan fakta bahwa dengan adanya surat pengajuan Kodam ke KPKNL, setelah CV.Kraton Resto bersurat ke Kodam, ini menunjukan CV.Kraton Resto sudah menjalankan prosedur sesuai mekanisme yang ada.
Yafeti menerangkan PNBP periode kedua, merupakan kewajiban CV.Kraton Resto sama halnya PNBP periode pertama yang sudah dibayarkan CV.Kraton Resto untuk periode 2017 – 2022, dan untuk periode 2022 – 2027 pun CV.Kraton Resto siap membayarnya.
“Kita sudah serahkan selain daripada emas, juga bentuk cek Rp.450 Juta, kita semua udah berikan, namun cek ditolak oleh Aslog Kolonel CZI Srihartono tanpa alasan yang bisa diterima. Jadi perbuatan Kodam bisa kita kategorikan adalah wanprestasi terhadap negara karena tidak menerima pendapatan yang semestinya untuk negara,” terangnya.
Yafeti juga menjelaskan Kodam menyegel atau menutup restoran Sangria by Pianoza, dirasa sangat aneh, padahal jika pihak Kodam berniat membayar nilai PNBP tersebut tidaklah sulit mengingat Tergugat II (Effendi) telah memberikan jaminan berupa emas.
“Pihak Kodam tanpa memberi kesempatan pihak Tergugat II membayar PNBP, sehingga maksud Tergugat II untuk segera membayar PNBP terkesan dihalangi pihak Kodam dan diduga ada unsur kesengajaan untuk menutup restoran. Atas dugaan perbuatan melawan hukum tersebut, Tergugat II mengadukan Kodam V/Brawijaya ke Puspomad terkait dengan penutupan paksa resto Sangria dengan alasan Tergugat II belum menyelesaikan kewajibannya,” ucap Yafeti.
Terkait kesimpulan yang diberikan Kodam V/Brawijaya ke majelis hakim dalam sidang hari ini, Yafeti mengatakan tidak tahu apa yang menjadi kesimpulan nya. Namun kalau menilai ucapan kuasa hukum Kodam, Letda Lamani, Kodam sesuai dengan temuan fakta dalam persidangan.
“Dari fakta persidangan, antara Kodam dengan Ellen Sulistyo itu tidak ada hubungan hukumnya, yang ada hubungan hukumnya adalah Kodam dan Penggugat dan Tergugat II dalam hal mengenai pemanfaatan lahan itu,” terang Yafeti.
Terkait adanya istilah MOU dan SPK dalam kerjasama Kodam dan Penggugat yang diwakili Tergugat II, Yafeti mengatakan dari sisi fakta – fakta persidangan bahwa ahli yang dihadirkan Dr.Krisnadi, Lektor kepala Untag Surabaya, menyatakan surat perjanjian SPK dan MOU dalam bahasa Indonesia tertulis kerjasama dan kesepakatan adalah suatu keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan antara satu sama yang lain, karena di dalam pasal – pasal itu tertera periodesasi dalam hal penggunaan lahan.
“Artinya MOU itu bukan Memorandum of Understanding (MoU) karena tidak ada kata – kata itu maupun terjemahannya, yaitu “Nota Kesepahaman” seperti yang di tafsirkan secara tidak berdasar oleh ahli Tergugat I, Dr.Gansham. Namun itu merupakan kesepakatan atau perjanjian pada hakikatnya saling terkait dengan SPK/05/XI/2017 dan tidak bisa secara sepihak dinyatakan tidak berlaku, karena tidak ada pembatalan dalam SPK/05/XI/2017 terkait MOU/05/IX/2017, artinya tidak ada legalitas yang menyatakan bahwa ada SPK yang berlaku dan MOU yang tidak berlaku. Kedua surat itu adalah saling terkait dan saling mengikat begitu kira – kira dari sisi itu yang saya tanggapi,” ujar Yafeti.
Yafeti juga menjelaskan bahwa namanya perjanjian apabila itu dilaksanakan sebagaimana dalam suatu perjanjian maka itu adalah prestasi, tetapi apabila itu tidak dilaksanakan maka itu adalah wanprestasi.
Yafeti hanya tersenyum simpul ketika ditanyakan apakah ada hubungan antara Ellen Sulistyo tidak membayar PNBP walaupun sudah jelas tertera dalam kewajiban sesuai perjanjian nomor 12 dengan perbuatan Kodam yang “menyembunyikan” besaran PNBP dan tetap menutup restoran walaupun telah meminta jaminan kepada CV.Kraton Resto.
“Silahkan simpulkan sendiri,” ujarnya sambil mengakhiri wawancara.
Perlu diketahui, dalam fakta persidangan ada beberapa saksi fakta dan dua ahli yang dihadirkan dan memberi keterangan di depan majelis hakim.
Walaupun ada pendapat yang berbeda, namun ada yang tidak bisa dibantah bahwa ada kesamaan dari keterangan para saksi fakta, antara lain Tergugat I (Ellen Sulistyo) tidak membayarkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), omset restoran selama pengelolaan Ellen Sulistyo kurang lebih Rp. 3 miliar masuk ke rekening pribadi Ellen Sulistyo di Bank Mandiri, dugaan penggelembungan biaya pengeluaran, dan dugaan manipulasi pendapatan resto.
Dari keterangan dua ahli yang dihadirkan Tergugat I dan II, ada kesamaan pendapat bahwa salah satu pihak dalam perjanjian jika tidak menepati isi perjanjian adalah perbuatan wanprestasi.
Perlu juga diketahui, gugatan wanprestasi yang dilayangkan CV.Kraton Resto (manajemen restoran Sangria by Pianoza) terhadap pengelola restoran tersebut bernama Ellen Sulistyo (Tergugat I) bermula pada tahun 2017 ada kerjasama pengelolaan aset TNI dhi Kodam V/Brawijaya, antara Kodam V/Brawijaya dengan CV.Kraton Resto yang tertuang dalam Kesepakatan Kerjasama (MOU) No: MOU/05/IX/2017 selama 30 tahun dalam 6 periode, satu periodesasi 5 tahun, dalam penentuan PNBP yang hanya bisa diterbitkan per 5 tahun, maka dilanjutkan dengan penanda tanganan SPK/05/XI/2017 untuk periode pertama dari 2017 – 2022 dalam pengelolaan aset tanah di jalan Dr. Soetomo 130 Surabaya.
Dalam SPK juga tercantum waktu penyewaan atau pengelolaan lahan selama 30 tahun dibagi 6 periode, dalam 1 periode jangka waktu 5 tahun. Dan PNBP periode pertama (2017-2022) telah dibayarkan CV.Kraton Resto.
Dari perjanjian itu, CV.Kraton Resto membangun bangunan megah dua lantai menghabiskan anggaran kurang lebih Rp.10 miliar yang difungsikan sebagai restoran yang diberi nama the Pianoza.
Pada tahun 2022, pada saat restoran the Pianoza masih beroperasi, terjadi perjanjian kerjasama pengelolaan restoran antara CV.Kraton Resto dengan Ellen Sulistyo yang dituangkan dalam akte notarial nomor:12 tanggal 27 Juli 2022 didepan notaris Ferry Gunawan. Dan dalam perjanjian itu restoran berganti nama menjadi Sangria by Pianoza.
Menurut pihak Penggugat, Ellen Sulistyo selama mengelola restoran tidak memenuhi kewajiban yang ada dalam isi perjanjian, antara lain tidak membayar PNBP, profit sharing Rp.60 juta/bulan hanya beberapa kali dibayarkan, adanya gaji direksi sebesar Rp.30 juta/bulan selama 3 bulan padahal tidak ada dalam perjanjian, tidak membayar listrik, pajak makanan, dan tidak ada laporan keuangan sejak Ellen Sulistyo mengelola sampai ditutup Kodam pada tanggal 12 Mei 2023, sehingga CV.Kraton Resto tidak mengetahui keuangan omset restoran.
Selain itu, pajak makanan dan minuman PB1 10% yang merupakan hak pemerintah tidak dibayar, dan service charge 5% yang semestinya diberikan ke karyawan tidak diberikan, dengan alasan resto merugi, namun lucunya dari pengakuan saksi fakta, beberapa karyawan kepercayaan yang udah tahunan ikut Ellen Sulistyo diberi bonus, padahal bonus seharus nya diberikan sebagai kompensasi keuntungan.
Penggugat menilai terdapat efek yang sangat merugikan pihaknya atas perbuatan Ellen Sulistyo, yakni Kodam V/Brawijaya menutup restoran karena tidak membayar PNBP periode kedua yang seharusnya dibayarkan Ellen Sulistyo sesuai perjanjian.
Tapi perbuatan Kodam menutup bangunan yang difungsikan sebagai restoran tersebut dianggap “aneh” oleh pihak Penggugat karena pihak Penggugat dengan niat baik dan menjaga hubungan baik dengan Kodam walaupun pengelola restoran tidak membayar PNBP, pihak Penggugat telah memberikan jaminan emas senilai kurang lebih Rp.625 juta untuk pembayaran PNBP, akan tetapi restoran tetap ditutup seperti yang diutarakan kuasa hukum Tergugat II saat diwawancarai usai persidangan hari ini. @red.